Masa misatagogi berdasarkan pada pengalaman pribadi dan baru dari hidup sakramental dan komuniter dari babtisan baru. Maka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para babtisan baru, katekis menjawab dan menjelaskannya berdasarkan pengalaman hidup sakramen. Dalam Exortasi Apostolik Sacramentum Caritas no. 64, Paus Benediktus XVI memberikan tiga elemen dasar untuk mistagogi :
Pertama-tama, interpretasi ritual harus sesuai dengan peristiwa penyelamatan sesuai dengan Tradisi yang dihidupi Gereja. Sesungguhnya Perayaan Ekaristi, dengan kekayaanya yang tak terbatas, mempunya refrensi yang berkelanjutan pada sejarah keselamatan…
Katekese mistagogi juga harus peduli menyajikan makna dari tanda-tanda dan tata gerak yang terkandung dalam ritus, terutama pada perayaan Ekaristi. Suatu tugas yang urgent, mengingat jaman kita sekarang ini dengan segala kemajuan teknologinya, ada resiko kehilangan dan tidak diharagainya tanda dan symbol dan makna yang terkandung di dalamnya. Lebih dari itu, katekese mistagogi harus membangkitkan dan mendidik sensibilitas umat beriman pada bahasa tanda-tanda dan gerak tubuh, yang terhubung dengan kata-kata yang terucapkan, yang membentuk ritual itu.
Dan akhirnya, katekese mistagogi harus memperhatikan makna ritual dalam relasinya dengan hidup kristiani dalam seluruh dimensinya, dalam kerja dan aktivitas, dalam pikiran dan emosi, dalam sentimen dan rasa tanggung jawab, … dst. Maka masa mistagogi memberi penekanan pada hubungan antara misteri yang dirayakan (dalam Ekaristi dan perayaan liturgi lainnya) dengan tugas perutusan (misioner) kaum beriman. Maka dalam konteks ini, hasil akhir dari masa mistagogi adalah kesadaran dari diri pribadi bahwa hidupnya diubah oleh mysteri – mysteri kudus yang dirayakan. Bhakan semuanya itu bertujuan untuk melatih kaum beriman untuk hidup sebagai manusia baru dalam iman yang dewasa, yang memungkinkan dia untuk bersaksi dalam harapan iman kristiani yang mengilhaminya.
Dari semua penjelasan di atas dapat kita katakan bahwa masa mistagogi merupakan suatu masa yang penting bagi para babtisan baru untuk menginternalisasikan sakramen-sakramen yang diterima, khususnya Ekaristi kudus dan integrasi mereka masuk dalam komunitas kaum beriman, yakni Gereja (bdk. Ujud-ujud doa umat hari minggu dalam masa Paskah, hampir selalu ada doa untuk para babtisan baru). Selain itu bagi kita kaum beriman juga merupakan moment yang penting untuk membaharuan diri barsama Kristus yang wafat dan bangkit selama masa Paskah, yang telah kita nyatakan di Malam Paskah (bdk. Pembaharuan janji babtis). Maka Gereja mengajak kita untuk tekun berdoa selama masa Paskah bersama Bunda Maria, Bunda Kristus dan Bunda Gereja (bulan Mei, bulan Maria) untuk menantikan kedatangan Roh Kudus di Hari Raya Pentekosta. Maka dari cuplikan pernyataan Bapa Suci Benediktus XVI dalam Sacramentum Caritas tersebut di atas, masa Paskah merupakan masa mistagogi, bukan hanya untuk para babtisan baru, tetapi juga bagi kita semua kaum beriman kristiani, yakni Gereja.
Dalam konteks Tahun Liturgi Gereja, masa Paskah adalah juga masa mistagogi, kita diajak untuk bertekun berdoa bersama Bunda Maria menantikan kedatangan Roh Kudus di Hari Raya Pentekosta. Bahkan di bulan Mei selain sebagai Bulan Maria, secara nasional merupakan bulan Ekaristi (apa masih berlaku ??). Kemudian menyusul Hari Raya Tritunggal Mahakudus, HR. Tubuh dan Darah Kristus, Hati Yesus yang mahakudus, yang semuanya merupakan hari raya iman.